Langitku di Makassar

Blog ini berceritra dibalik sebuah peristiwa,keajaiban kehidupan yang kulalui selama hidupku..Ada saja hal yang terselip pada sebuah kehidupan..maka kutulislah dalam sebuah karangan kehidupan..juga ada kisah hati..selamat membaca....

Jumat, 07 Desember 2007

JENEPONTO:Tali Kasih Yang Hilang

"Kita patut berduka cita atas meninggalnya seorang polisi di Jeneponto. Kita sungguh sangat menyesal atas insiden itu. Tapi saya juga sangat menyesalkan dan menyayangkan polisi yang menembaki warga. Apakah memang polisi dalam penanganan eksekusi bisa menjadi eksekutor eksekusi tanah?apakah kira-kira tepat jika polisi cukup sebagai pengamanan saja jika sudah terjadi keributan?bukan menembaki warga. Tapi sayang, sekarang tidak ada lagi yang mau membela rakyat di posisi yang keliru ini".

Begitulah tulisan Short Massage Service atau istilah bekennya sekarang adalah SMS ke salah seorang temanku yang masih aktif sebagai penggiat LSM. "Karena ada korban jiwa maka sudah pasti pola pendekatan yang diterapkan polisi di lapangan salah", kata temanku saat membalas sms ku tadi.
Sengaja saya turun langsung ke lokasi setelah melihat gambar tayangan sejumlah televisi saat memberitakan kasus bentrokan di Jeneponto yang menyebabkan seorang polisi meninggal dunia. Pertama-tama saya menarik kesimpulan, bahwa sungguh sangat bringas masyarakat kita. Sudah tidak adakah lagi cinta dan perasaan damai yang tertanam dalam benak warga dan petugas kita?mengapa dengan mudahnya mencabut pistol lalu menembaki warga dan mengapa pula dengan percaya dirinya seorang warga mencabut badik lalu menikam Briptu Darsin?Sungguh sebuah keberanian yang cukup "mengesankan",menikam polisi di tengah kerumunan polisi?. Teringat ketika saya meliput kerusuhan di Ambon tahun 2004 lalu. Sekelompok warga tiba-tiba menyerang wartawan lalu menghempaskan kamera di dalam kantor polisi. Wahh...di mana lagi ada keamanan kalau di kantor polisi saja kita sudah dipukul?...
Saya lalu ke Jeneponto. Pertama-tama menyaksikan keharuan yang sungguh sangat dalam di rumah korban, kompleks Polsek Kelara Jeneponto. Seorang ibu yang kira-kira baru berusia 27-an tahun menangis tiada henti dibalik tirai jendela. Lalu seorang bayi yang masih berusia setahunlah kira-kira-berada dalam gendongannya. Sesekali ia melihat ibunya,keningnya mengkerut lalu pandangannya diarahkan ke ibu-ibu yang berada di sekitar ibunya. Ia tak menangis,ia pula tak tertawa,ia hanya heran lalu kembali lagi ke pangkuan ibunya yang mungkin sudah puluhan liter air matanya jatuh ke bumi. Seorang gadis muda nan cantik juga tersedu melihat manusia yang terbujur kaku,terbungkus selimut berwarna kuning. Sang bayi kembali memalingkan wajahnya.Lagi-lagi, ia mengkerut dan matanya kemudian mengikuti gerakan tangan sang gadis tadi saat membuka kain penutup manusia yang terbujur kaku itu. Wajahnya pun kelihat dan sang bayi pun mau tak mau langsung melihatnya. "ba..ba..baba..pa'..'.hanya itulah yang keluar mulutnya kemudian ia pindah pangkuan ke tantenya. Sang tante kemudian menjawab "bapak lagi bobo'. ahhh....pilu juga hati ini mendengar dan melihat sang bayi tersebut. Lalu bagaimana ibunya harus menceritakan kelak kepada anaknya tentang kejadian yang dialaminya ayahnya sehingga meninggal dunia???....Untuk menjawabnya sungguh sangat gampang..tapi bagaimana menceritakan kepada sang bayi...?

Kembali ke soal bentrokan.
Kita bicara seandainya.
Selama yang kutau dan kusaksikan-selama ini polisi dalam melakukan pengamanan eksekusi-polisi hanya bertindak sebagai pengamanan. Artinya, pihak pengadilan menyewa buruh atau memang sudah ada tim eksekutor yang dibentuk oleh pihak pengadilan. Atau tim yang memenangkan perkara yang membentuk eksekutor lalu melakukan eksekusi. Nah, saat itu polisi hanya menjaga-jaga jangan sampai terjadi keributan antara kedua belah pihak. Jika terjadi keributan, maka polisi melerai mereka atau mengamankan salah satu pihak. Kalau toh ada keluar tembakan-itu hanya tembakan peluru hampa dan mengarah ke udara. Idealnya kan seperti itu.
Lalu apa yang terjadi di Jeneponto? Polisi melalui juru bicara Polda Sulsel sudah pasti membela korpsnya. Bahwa polisi sudah melakukan protap standar di lapangan. okey sudah cocok. Lalu arah tembakan ke arah warga juga sudah dinyatakan tepat mungkin?jelas terlihat di gambar tayangan televisi..banyak warga yang menjadi korban,luka-luka akibat terkena tembakan peluru. Tapi kulihat juga ada polisi yang tewas, ada polisi yang luka-luka dan jadi korban kebringasan warga. Bisa dibayangkan...!!!!!!!.sengketa keluarga mengakibatkan seorang penegak hukum tewas?di mana kira-kira nurani yang mempersengketakan tanah itu?apakah masih punya nyali untuk menguasai tanah tersebut?bukankah di atas lahan tanah ini bercucuran darah??...kelak jika anak Briptu Darsin melintas di jalan ini-sanggupkan ibunya menceritakan bahwa "nak..di lahan itulah ayahmu meninggal dunia"
Dalam laporanku kuucapkan seperti ini. "Seandainya kedua pihak bisa sama-sama menahan diri atau sadar atas posisi masing-masing maka mungkin tidak akan terjadi bentrokan di lahan ini yang mengakibatkan seorang polisi tewas. Artinya, seharunya polisi hanya bertindak sebagai pengamanan bukan pelaku eksekusi. Begitupula warga yang mempertahankan haknya. Kenapa harus menggunakan badik?lalu kenapa ia harus menikam polisi?begitupula polisi. Kenapa harus menembaki warga yang lain.apalagi yang sudah lari dan bersembunyi. Kenapa bukan hanya mereka yang menikam polisi-diamankan lalu dibawa ke kantor polisi kemudian dijadikan tersangka. Jangan melakukan pembalasan kepada yang lain"...

Sudahlah. Kejadiannnya sudah berlalu. Nasi sudah menjadi bubur. Begitulah peribahasa penyesalan. saya hanya berharap, polisi jangan pilih kasih dalam penanganan kasus ini. Kenapa saya harus bertanya seperti ini?bukankah yang menjadi tersangka sekarang adalah warga tapi mereka juga menjadi korban penembakan polisi?.
Kata temanku, ada yang salah dalam pola pendekatan. Sungguh kuberharap kepada Kapolri agar dalam mengajari HAM kepada polisi bukan hanya pada level atas saja atau polisi yang bertugas di perkotaan. Ajarilah dan berilah pemahaman kepada polisi yang bertugas di kampung-kampung,petugas yang bertugas di daerah terpencil. Karena mereka akan menemui masyarakat yang tingkat pemahamannya dan SDM-nya dibawa rata-rata. Lihatlah polisi di kampung-kampung. Mereka bergaul dengan rakyat-tanpa ada benang pemisah. Tapi sungguh menyedihkan jika benang kasih itu harus tercoreng hanya gara-gara kita kurang peduli kepada mereka.



0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda