Langitku di Makassar

Blog ini berceritra dibalik sebuah peristiwa,keajaiban kehidupan yang kulalui selama hidupku..Ada saja hal yang terselip pada sebuah kehidupan..maka kutulislah dalam sebuah karangan kehidupan..juga ada kisah hati..selamat membaca....

Jumat, 16 November 2007

Benarkah kita sudah JUJUR

Kamis, 15 November 2007. Sore hari disaat yang bersamaan terjadi keributan massa pendukung ASMARA atau Amin Syam-Mansur Ramli (paket Pilkada calon gubernur Sulsel) di kantor Panwaslu Sulsel. Bertemulah saya dengan sejumlah teman kuliahku di warung kopi Kopizone. Mulai pembicaraan di mana saya bekerja sampai ke soal Pilkada. Lalu tiba akhirnya berbicara soal iman dan universal dalam kejujuran.

Kuikuti diskusi ini walau hanya sekejap karena pikiranku melayang di kantor Panwaslu. Tapi kuikuti dengan sedikit seksama. Salah satu awal dialog adalah bahwa kita tidak boleh memandang orang dari luarnya saja, merupakan perbincangan umum yang orang sudah dipahami dan kumaklumi juga. Katanya kita tidak boleh menyimpulkan tentang seseorang hanya melihat kulit luarnya saja. Ya..betul. Teringat ketika rambutku masih gondrong hingga ke pertengahan punggungku, celana yang kupakai sengaja kulubangi,kurobek seolah preman atau anak jalanan lainnya. Perjuangan yang kulakukan saat itu hanyalah mau memperlihatkan kepada orang lain-bahwa yang mereka lihat saat ini adalah simbol luarnya saja. Bukan simbol kepribadian seseorang. Bukan wakil seutuhnya tentang manusia. Sehingga suatu hari ketika saudaraku perempuan pulang ke kampung menggunakan angkutan umum lalu diseblahnya duduk pria gondrong. "Ah adiku juga gondrong, tidak mungkin pemuda di sampingku ini akan bertindak jelek terhadapku. Saya pasti akan aman" pikir saudaraku saat itu. Dan terbukti.
Ceritaku bersambung soal temanku yang tiba-tiba berbicara soal iman dan kejujuran. Iman menurutnya bersifat universal dan merupakan perjanjian antara diri kita manusia dengan Tuhan sejak kita lahir di dunia ini. Cuma sayang sekali, seandainya hati manusia bisa dibelah untuk menyaksikan dan membuktikan nilai-nilai iman seseorang. Bukan hanya melihat dari tingkat sholatnya seseorang lalu kita bisa menjastifikasi bahwa dia benar-benar beriman. Betul juga. Bukankah kita sering membaca di media, kyai pesantren memperkosa anak didiknya, bapak setubuhi anaknya, banyak pejabat akhirnya dipenjara. Bukankah mereka dengan seksama mempertontonkan sholat di hamparan dunia ini?seringkali menghadiri zikir akbar? lalu kemudian dipenjara. Okelah. Stop soal itu. Coba kita berpikir.Suatu waktu saat kita hendak Sholat Isya pada tengah malam. Tak ada orang melihat,menyaksikan kecuali merasakan. Apakah diantara kita, ada yang mau menambah lima rakaat sholatnya? atau mengurangi rakaatnya?

Bandingkan di negara lain, negara yang telah maju. Di mana nilai ibadah tidak terlalu ditampakan di depan umum. Ibadah adalah urusan pribadi atau urusan antara hati manusia dengan Tuhan. Kalau kita menyimpan uang,phonsel atau benda berharga di depan rumah, atau di atas meja, yakinlah bahwa barang itu tidak akan hilang. Meski kita tinggalkan. Mengapa? karena manusia di sana, masing-masing menjadikan kejujuran sebagai nilai-nilai kehidupan. Orang Jepang ketika mulai bekerja pada pagi hari, mereka lebih dulu bersumpah akan berbakti kepada perusahaan dan bangsanya. Sehingga saat bekerja mereka bersungguh-sungguh, jujur, tulus dan ikhlas. Sekarang, mari kita kembali ke diri kita masing-masing. Jujurkah kita dalam bekerja, ikhlaskan kita dalam bekerja? lalu tuluskah kita dalam bersahabat dan berteman. Lalu jujurkan juga kita dalam mengoreksi orang? atau jujurkah juga tulisan ini?

****ano***






0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda