Langitku di Makassar

Blog ini berceritra dibalik sebuah peristiwa,keajaiban kehidupan yang kulalui selama hidupku..Ada saja hal yang terselip pada sebuah kehidupan..maka kutulislah dalam sebuah karangan kehidupan..juga ada kisah hati..selamat membaca....

Kamis, 18 Oktober 2007

Setelah 10 Tahun Baru Ke Toraja


Terakhir saya mengunjungi daerah wisata Tana Toraja tahun 1997 silam. Ketika itu saya masih tercatat sebagai mahasiswa Universitas Hasanuddin melakukan acara penutupan Pekan Nasional Pers Mahasiswa Indonesia.

Sekarang sepuluh tahun yang lalu-sejak tanggal 17 Oktober saya kembali mendapat izin mengunjungi Tana Toraja. Sungguh tidak terlihat perubahan drastis di sana sini- layaknya sebuah kota sepanjang sepuluh tahun terakhir lalu. Bangunan dan rumah khas Tana Toraja tetap eksis terlihat kokoh menjulang ke langit-bagaikan kars atau gunung batu Toraja yang kokoh. Tetap terlihat kuburan batu di berbagai sudut kubangan gunung batu yang cadas tersebut. Masih eksotik untuk kita saksikan.

Yang berbeda hanya terlihat pada kunjungan wisatawan atau turis bule'. Tahun 90-an silam-di mana ketika itu nyaris dua kali sebulan saya berkunjung ke daerah ini.Kebetulan saudara kandungku bekerja di Rantepao pusat wisata di Tana Toraja. Kota ini dulunya "hidup" 24 jam. Bule' lalu lalang mengitari kota Rantepao. Saya bahkan nyaris setiap saat menjumpai bule'-bule dari berbagai negara. Ada yang naik becak, ojek hingga mobil rental yang siap mengantar mereka ke lokasi wisata.Turis turis mancanegara tersebut seolah menjadikan Tana Toraja sebagai kampung halamannya. Saling kejar,duduk bersama warga lokal hingga mengikuti atraksi adu ayam,tradisi warga Tana Toraja.

Tapi saya tidak menyangka, ketika sepuluh tahun kemudian saya tiba di daerah ini. Kota ini tidak memperlihatkan sebagai kota wisata. Pasar Rantepao yang dulunya ramai dikunjungi wisatawan baik mancanegara maupun lokal kini nampak sepi. Nyaris yang terlihat adalah warga lokal atau Tana Toraja. Penjual yang dulu menjajakan souvenir Tator sudah dapat dihitung dengan jari. Itupun souvenir yang dijajakan terlihat sudah usang. "Ah...Tator...."

Bulan Oktober tahun ini terdapaat sejumlah upacara adat di daerah tersebut. Seperti biasanya, ada upacara rambu sulo,pemindahan mayat,adu kerbau hingga ma'badong. Semua terangkum dalam upacara kematian yang disuguhkan oleh salah satu keluarga besar di Rantepao. Lagi-lagi, selama dua hari saya berkunjung ke lokasi itu-hanya sekali saya melihat turis bule'. Selebihnya turis lokal dan warga Toraja yang ikut menyaksikan adu kerbau atau Pa'silaga tedong. Di kawasan lain juga terdapat upacara memasuki rumah baru.. Dan seperti biasanya-setiap upacara adat tersebut selalu dilakukan selama sepekan hingga sepuluh hari. Setidaknya selama saya di Toraja terdapat tiga upacara yang mereka gelar.

Sayang sekali, Toraja yang dulu bagaikan kota asing di Indonesia kini sudah tidak terlihat lagi. Tak ubahnya Toraja seperti daerah lainnya di Sulawesi-Selatan. Dan entah akan terlihat seperti apa lagi Tana Toraja jika kelak pemekaran Toraja Utara sudah terlaksana.

Sebenarnya kawasan wisata di Tator masih menawan untuk kita kunjungi. Seperti kuburan batu di Londa, kisah dua sejoli yang mati bersama dan hanya tinggal tulang serta rambutnya yang terhampar di tanah,rumah Toraja,upacara adat Toraja serta sungai untuk dijadikan arum jeram jugaa tetap menarik untuk kita kunjungi. Tinggal pemerintah dan warga setempat masih harus bekerja keras untuk mencapai kembali Toraja sebagai daerah wisata kedua di Indonesia setelah Bali.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda