Langitku di Makassar

Blog ini berceritra dibalik sebuah peristiwa,keajaiban kehidupan yang kulalui selama hidupku..Ada saja hal yang terselip pada sebuah kehidupan..maka kutulislah dalam sebuah karangan kehidupan..juga ada kisah hati..selamat membaca....

Selasa, 18 September 2007

SATU LAGI KAWANKU MENINGGAL

Minggu malam, duka mendalam menyatroni Trans Tv. Seorang rekan seperjuanganku dari komunitas anak daerah yang kerja di Trans tv menghadap sang maha kuasa. Sekitar jam 22.00 Wita saya menerima informasi dari seorang rekanku koresponden Trans tv Bandung-kerap disapa Iwong. Setiap informasi baik yang terselubung maupun terkuak di depan mata-Iwong selalu SMS ke saya. Biasalah, kami memang komunitas anak daerah. Komunitas anak jalanan-di mana prinsip-prinsip kemanusiaan,persaudaraan dan komitmen,solidaritas di atas segala-galanya. Materi, ideologi dan perbedaan-kami buang jauh-jauh.Mohon doa atas bang Ucok. Aku sempat menjawab, kenapa bisa-apa terkena gempa?
Dua menit kemudian, Mas Teguh langsung telpon. Nah, temanku yang satu ini selalu menyampaikan hal yang super serius kepada saya. Makanya, jika ada telpon masuk ke HP ku dan tertera nama Teguh-wah..saya sudah sangat yakin-ada hal yang serius. Dan benar saja, Teguh bilang "No, saudara kita bang Ucok meninggal dunia karena stroke. Kasitau teman-teman anak daerah". Aku cuma bilang iya...tak ada embel-embel lain lalu kukirimlah SMS ke sejumlah teman-temanku yang nomor HPnya tercatat dalam memori phonselku.

Bang haji Ucok-memang saya tidak pernah bersua dengannya. Tapi sebagai anak daerah-dalam peta Indonesia, antara Makassar-Jambi cukup sangat jauh. Tapi dalam hal jurnalisme sungguh sangat dekat apalagi kerja dalam satu team. Setiap saya ke Jakarta-teman-temanku yang lain bercerita tentang bang Ucok. Memang setiap bertemu dengan teman-teman di news pasti selalu bercerita tenang anak daerah. Lucu, unik bertubuh gempal dan selalu mengundang minat untuk melihatnya. Itulah bang Ucok. Sayang sekali, tak sekalipun saya berjabat tangan dengannya-apalagi melihatanya. Tapi itu bukan persoalan,karena kami setautan dalam komunitas anak daerah-anak jalanan.

Ah bang Ucok. Kau telah meninggalkan kami semua dalam keadaan magfirah. Engkau pasti tersenyum saat memejamkan matamu yang terakhir meski sakit fisik menimpamu. Engkau pasti senyum karena telah bertemu dengan sang Khalik yang membawamu ke alam keabadian. Baktimu sebagai jurnalis telah kau perlihatkan.Karena sangat sayangnya sang Khalik kepadamu-engkau bertemu denganNYA saat ramadhan ini.

Engkau salah satu penyaksi di muka bumi ini yang selalu mewartakan kepada manusia tentang peradaban manusia di Jambi dan sekitarnya. Dan kini engkau mewartakan kepada dunia lain yang nun jauh. Matinya seorang penyaksi-bukan matinya kesaksian. Di mana-mana engkau akan selalu menjadi penyaksi. Selama jalan kawanku, sang jurnalis sejati.

Selasa, 11 September 2007

Tradisi Kumpul di Laut Jelang Ramadhan

Menjelang bulan ramadhan tidak hanya pekuburan yang banyak diziarahi masyarakat muslim di Indonesia. Berbagai aktivitas warga sudah berlangsung sejak sepekan terakhir ini. Di kota Makassar salah satu tradisi yang dilakukan oleh warga adalah mendatangi obyek wisata khususnya wisata yang berada di pantai atau laut.

Warga Bugis-Makassar menyebutkan minggu terakhir. Menggunakan kata minggu karena memang warga memilih hari minggu untuk menggelar tradisi itu. Jadi, jika bulan ramadhan makin dekat maka tepatnya pada hari minggu ribuan warga bugis makassar akan terlihat tumpah di kawasan obyek wisata pantai.


Seperti yang terlihat di kawasan Tanjung Bayam Makassar-teruasan losari Makassar. Ribuan warga baik yang berasal dari kota Makassar,Maros,Gowa hingga Takalar mengunjungi lokasi ini. Mereka membawa keluarganya, tetangga hingga sekampung untuk beramai-ramai mendatangi kawasan Tanjung Bunga ini. Ada yang menginap, adapula yang tiba pada hari Minggu pagi. Mereka membawa bekal dari rumah masng-masing untuk dinikmati di kawasan tersebut.

Sebenarnya tradisi ini bukanlah semacam ritual atau budaya yang lahir dari pertapaan sehingga masyarakat menjadikan sebagai kepercayaan untuk memasuki bulan Ramadhan. Apalagi di lokasi sama sekali tidak ditemukan acara ritual atau semacamnya. Meski tradisi ini sudah turun temurun dari tahun ke tahun. Alasannya sangat sederhana, katanya ini salah satu perayaan duniawi sebelum memasuki bulan yang benar-benar mementingkan akhirat atau amal ibadah. Ada juga yang menilai, terakhir kalinya warga makan siang,minum dna ramai-ramai sebelum memasuki bulan Ramadhan setiap tahun.


Jadi jangan heran ketika tradisi ini berlangsung, warga sekampung membawa bekal bahkan memasak di sekitar lokasi wisata. Ada yang membawa ikan,ayam dan lauk pauk. Mereka makan di lokasi tersebut bagai makan bersama satu keluarga. Sehingga yang terlihat persaudaraan antara warga yang jumlahnya mencapai ribuan orang.


****ano,10/09/07***